Sometimes a memory acts like a ball and chain and holds us back - because we relive it over and over again....
Pernah tidak merasa emosi negatif muncul karena tiba-tiba teringat dengan peristiwa yang tidak menyenangkan padahal kita "merasa" sudah lupa dan "selesai" dengan peristiwa atau orang yang berkaitan? Atau mungkin baru saja berduka namun belum sempat untuk mengemukakan emosi atau perasaan kita kepada orang tersebut? Mungkin istilah zaman sekarang dapat disebut belum move on ya, sekilas terlihat sepele sepanjang orang yang mengalaminya masih bisa melanjutkan kehidupan secara normal, namun kondisi tersebut bisa berpengaruh sangat besar lho ke depannya, jika kita belum bisa "menyelesaikannya"..Dalam konteks psikologi, kondisi tersebut dikenal dengan istilah "Unfinished Business". Secara spesifik, saya pernah membahas unfinished business pada individu yang berduka disini. Akan tetapi, unfinished business sendiri dapat terjadi karena berbagai hal diantaranya, situasi duka dimana individu tidak sempat mempersiapkan diri dengan perpisahan, menghadapi putus hubungan yang dilakukan dengan tidak jelas (ghosting?), traumatic event seperti korban bully serta interaksi sosial yang bersifat tidak menyenangkan misalnya ketika kita disakiti namun tidak menerima permintaan maaf dari orang yang sudah menyakiti kita. Pengalaman buruk membuat kita merespon dengan berbagai cara, namun cara yang paling umum adalah dengan menghindar. Namun respon menghindar tersebut bukan berarti membuat emosi negatif yang muncul dari pengalaman buruk itu hilang. Unfinished business adalah emosi yang berkaitan dengan pengalaman buruk di masa lalu namun tidak berhasil diekspresikan karena dinilai terlalu menyakitkan. Unfinished business dapat terjadi dari peristiwa emosional yang terjadi namun emosi yang muncul tersebut ditekan atau tidak menemukan resolusi terhadap pengalaman tersebut. Emosi tersebut bersifat menetap dan berhubungan dengan sosok yang dekat atau pernah dekat, belum berhasil diutarakan dan bersifat problematis atau merugikan individu saat ini. Lalu, mengapa unfinished business sangat penting untuk "diselesaikan"? Menurut Elliott et al (2005), energi individu akan terkunci di masa lalu jika masih belum menyelesaikan unfinished business yang dialaminya. Sehingga Ia akan cenderung terjebak dalam pola dimana dirinya masih menggunakan pengalaman masa lalu sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan, padahal hal tersebut sudah tidak relevan. Unfinished business dapat mempengaruhi kualitas hubungan kita dengan orang lain ke depannya dan mengubah cara kita melihat dunia. Individu dengan isu unfinished business, akan cenderung membenci masa lalu dan tidak fokus di masa sekarang atau masa depan karena pada dasarnya Ia belum menemukan resolusi terhadap isunya tersebut.
Jika kita ingin menyelesaikan unfinished business, bukan berarti kita harus melupakan peristiwa atau orang terkait di dalamnya. Justru, kita harus berani untuk mengenal lebih dekat pengalaman atau emosi yang dialami di masa lalu dan melepaskan emosi yang dirasakan. Kita harus tahu apa yang kita inginkan dan mengapa agar dapat menemukan resolusi dari unfinished business yang kita hadapi. Sehingga pada akhirnya kita bisa dengan bebas bergerak maju tanpa merasa menyesal dan menggunakan pengalaman yang lalu untuk membangun hubungan baru yang bermakna untuk diri sendiri. Dalam hal ini, saya coba mencontohkan unfinished business dalam hal berduka. Hal ini mengacu pada perasaan bahwa ada sesuatu yang belum terselesaikan atau belum dikatakan kepada Almarhum. Unfinished business tersebut akan terus menerus menimbulkan emosi sesal, sehingga menghambat kita untuk berhasil melalui tahap berduka. Ketika kita memutuskan untuk menyelesaikan unfinished business tersebut, kita perlu paham bahwa tujuan kita menyelesaikan hal tersebut adalah agar seterusnya tidak terjebak dalam rasa penyesalan dan menemukan insight dari pengalaman berduka tersebut. Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menyadari dan menerima emosi penyesalan tersebut, kita dapat memvisualisasikan penyesalan tersebut dengan cara menuliskan penyesalan kita atau hal-hal yang belum sempat diungkapkan atau datang ke psikolog untuk melakukan terapi. Lalu berusaha mencapai resolusi dengan berusaha menemukan hal positif yang terjadi, memaafkan orang lain atau diri sendiri dan semua hal yang membantu kita memproses unfinished business tersebut. Melalui resolusi yang kita lakukan, pada akhirnya kita akan mampu menemukan insight yang membantu untuk "menyelesaikan" unfinished business. Misalnya dengan menuliskan apa saja yang belum sempat kita ungkapkan kepada Almarhum, dapat membantu kita secara unconscious melepaskan emosi penyesalan yang kita rasakan. Selain itu, melalui rasa penyesalan, insight yang bisa diperoleh adalah kita jadi lebih memaknai keberadaan orang yang masih ada di sekitar kita dan menyadari apa yang salah dari sikap kita. Sehingga kita tidak memandang penyesalan tersebut sebagai sesuatu yang sangat buruk.
Dalam proses menyelesaikan unfinished business dalam kasus apapun, kuncinya adalah kita harus mengetahui dan berani menerima kenyataan terkait unfinished business yang kita hadapi. Untuk selanjutnya menganalisa apa yang perlu dilakukan untuk bisa mencapai resolusi dari unfinished business tersebut. Memang bukan proses yang singkat dan cepat namun dapat tercapai apabila kita "menyadari" untuk mau menyelesaikannya. Demikian konsep unfinished business yang dapat saya sampaikan, semoga membantu bagi kalian yang masih berjuang untuk menyelesaikannya ya 😀
Daftar Pustaka
https://psychcentral.com/blog/relationship-skills/2014/02/8-steps-to-finishing-unfinished-business#2
http://pagr.net/resources/articles/unfinished-business/
https://touchedbyahorse.com/unfinished-business/
https://digitalscholarship.unlv.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=3189&context=thesesdissertations&httpsredir=1&referer=
https://medium.com/practical-growth/how-to-tackle-unresolved-issues-28ef2a68fc26
https://ce.nationalregister.org/wp-content/uploads/2020/07/Responding-to-Loss-Online-During-a-Crisis-Neimeyer.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar